MAKNA DAN POSISI SERTA URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN
MAKNA DAN POSISI SERTA URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PRAKTEK
PENDIDIKAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan berasal dari kata to guide kemudian menjadi guidance yang mempunyai arti menunjukkan,
membimbing, menuntun, ataupun membantu. Dalam Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa
“Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka
menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Sedangkan konseling diambil dari
bahasa Inggris counseling dulu
diterjemahkan dengan penyuluhan (bersifat umum), sekarang diartikan konseling
itu sendiri (bersifat spesifik mengenai kejiwaan). Dengan demikian,
pengertian konseling adalah kontak antara dua orang (yaitu konselor dan
konseli) untuk menangani masalah konseli, dalam suasana keahlian yang laras dan
terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang
berguna bagi konseli.
B. Kondisi Bimbingan dan Konseling Di Sekolah
Berbicara
tentang pendidikan nasional atau sekolah di negara ini, yang sering menjadi
sorotan adalah masalah nilai atau kemampuan kognitif siswa, bangunan sekolah,
dan kesejahteraan guru. Jarang sekali isu kepribadian siswa yang dijadikan
sorotan, apalagi peran guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah dalam
pembentukan pribadi siswa.
Ada
beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1.
Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun
karakter siswa.
2.
Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi
siswa, tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah.
3.
Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”.
4.
Sekolah yang belum memiliki manajemen BK.
C. Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling
Landasan psikologis merupakan landasan
yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang
menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling,
beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (1) Motif dan Motivasi; (2) Konflik dan Frustasi; (3) Sikap; (4) Pembawaan dan Lingkungan; (5) Perkembangan
Individu; (6) Masalah Penyesuaian Diri Dan Kesehatan Mental; (7) Masalah Belajar; (8)Kecerdasan Majemuk; (9) Kecerdasan
Emosional; (10) Kecerdasan Spiritual; (11) Kreativita dan (12) Stres dan
Pengelolaannya
D. Landasan Sosiologis (Sosial-Budaya) Bimbingan dan Konseling
Faktor-faktor
sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan menurut John J.
Pietrofesa dkk.,(1980); M. Surya
& Rochman N.,(1986); dan
Rochman N., (1987) adalah sebagai
berikut;
1.
Perubahan Konstelasi Keluarga
2.
Perkembangan Pendidikan
3.
Dunia Kerja
4.
Perkembangan Kota Metropolitan
5.
Perkembangan Komunikasi
6.
Seksisme dan Rasisme
7.
Kesehatan Mental
8.
Perkembangan Teknologi
9.
Kondisi Moral dan Keagamaan
10.
Kondisi sosial Ekonomi
E. Landasan Pedagogis Bimbingan dan Konseling
Sunaryo
kartadinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya
pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya
kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
setiap individu, sehingga bimbingan dan konseling adalah sebuah upaya normatif.
Tohirin (2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan konseling
setidaknya berkaitan dengan:
1.
Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan
merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan,
2.
Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan
3.
Pendidikan sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
F. Landasan Agama Bimbingan dan Konseling
1.
Hakikat Manusia Menurut Agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk
beragama (homo religius), yaitu
makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran
yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu
sebagai rujukan (referensi) sikap dan
perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki
motif beragama, rasa keagamaan, dan
kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.
2.
Peranan Agama
a.
Memelihara Fitrah
b.
Memelihara Jiwa
c.
Memelihara Akal
d.
Memelihara Keturunan
G. Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling
1.
Keilmuan
Bimbingan dan Konseling
Tohirin (2007: 101) mengatakan
bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang
dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori-teorinya,
pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya.
2.
Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam
Bimbingan dan Konseling
Ilmu bimbingan dan konseling
bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin ilmu dengan rujukan
atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, ilmu pendidikan, ilmu
sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, filsafat, dan
lain-lain.
3.
Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan
pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses
pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji
didalam praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula
hasil-hasil penelitian dilapangan.
H. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan
Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama.
Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian
pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai
dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun
1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan
kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan
memasukkan bimbingan karir di dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada
tahun 2001.
I. Perkembangan Bimbingan dan Konseling Di Indonesia
Kegiatan
bimbingan pada hakikatnya telah berakar dalam seluruh kehidupan dan perjuangan
bangsa Indonesia. Akan tetapi perlu diakui bahwa bimbingan yang bersifat ilmiah
dan profesional masih belum berkembang secara mantap atas dasar falsafah
Pancasila. Berikut ini akan dibahas mengenai perkembangan usaha bimbingan dalam
pendidikan di Indonesia.
1. Sebelum
Kemerdekaan
Masa
sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, kehidupan
rakyat Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah (Pendidikan diselenggarakan
untuk kepentingan penjajah). Para siswa dididik untuk mengabdi untuk
kepentingan penjajah. Rakyat Indonesia yang cinta akan nasionalisme dan kemerdekaan
berusaha untuk memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui pendidikan.
Salah satu di antaranya adalah Taman Siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara
yang dengan gigih menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut
pandangan bimbingan hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan
bimbingan.
2. Dekade
40-an (Perjuangan)
Dalam
bidang pendidikan, pada dekade ini lebih banyak ditandai dengan perjuangan
merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Masalah kebodohan dan kerbelakangan
merupakan masalah besar dan tantangan yang paling besar bagi pendidikan pada
saat itu. Tetapi yang lebih mendalam adalah mendidik bangsa Indonesia agar
memahami dirinya sebagai bangsa yang merdeka sesuai dengan jiwa Pancasila dan
UUD 1945. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama dalam bimbingan pada saat
itu.
3.
Dekade 50-an (Perjuangan)
Kegiatan
bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan
pendidikan. Upaya membantu siswa dalam mencapai prestasi lebih banyak dilakukan
oleh guru di kelas atau di luar. Akan tetapi, pada hakikatnya bimbingan telah
tersirat dalam pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu
siswa di sekolah agar dapat berprestasi meskipun dalam situasi yang amat
darurat.
4. Dekade
60-an (Perintisan)
Memasuki
dekade 60-an suasana politik kurang begitu menguntungkan dengan klimaksnya
pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Akan tetapi, dalam dekade ini pula lahir
Orde Baru tahun 1966, yang kemudian meluruskan dan menegakkan serta ini sudah
mulai mantap dalam merintis ke arah terwujudnya suatu sistem pendidikan
nasional.
Keadaan
di atas memberikan tantangan bagi keperluan layanan bimbingan dan konseling di
sekolah sebagai salah satu kelengkapan sistem. Di sinilah timbul tantangan
untuk mulai merintis pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang
terprogram dan terorganisasi dengan baik.
5. Dekade
70-an (Penataan)
Kelahiran
orde baru telah banyak menyadarkan bangsa Indonesia akan kelemahan di masa
lampau dan kesediaan memperbaiki di masa yang akan datang melalui pembangunan.
Repelita pertama mulai dicanangkan dilaksanakan dalam awal dekade ini, dan
dilanjutkan dalam dekade-dekade selanjutnya. Pembangunan dalam bidang
pendidikan merupakan salah satu penunjang pembangunan nasional. Keadaan tersebut
memberikan tantangan dan peluang besar untuk upaya penataan bimbingan baik
dalam aspek konseptual maupun operasional.
6. Dekade
80-an (Pemantapan)
Setelah
melalui penataan dalam dekade 70-an, maka dalam dekade 80-an ini bimbingan
diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada
perwujudan bimbingan yang profesional. Dengan demikian, maka upaya-upaya dalam
dekade 80-an lebih mengarah kepada profesionalisasi yang lebih mantap.
Pada
saat ini, profesi konselor secara legal formal telah diakui dalam sistem
pendidikan nasional. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling
merupakan profesi yang sudah diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini dapat
dilihat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008
tentang Guru pada pasal 15 yang mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling
atau konselor adalah guru pemegang sertifikat pendidikan.
REFERENSI
Kartadinata,
Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya
Pedagogis. Bandung: UPI Press
Sukardi, Dewa
Ketut Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf
Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: Rosda
Tohirin, Drs.
M. Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
0 comments: