Resume Kelompok 7: PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN
A Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Bimbingan
1.
Konsep
Bimbingan
Bimbingan adalah
usaha sadar secara demokratis dan sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan
dengan menyampaikan arahan, panduan, dorongan, dan pertimbangan agar yang
diberi bantuan mampu mengelola, mewujudkan apa yang menjadi harapannya. Shertzer dan Stone (dalam Arif, 2012) megartikan
bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami
diri dan lingkungannya. Kartadinata
(dalam Arif, 2012) mengartikan
bimbingan sebagai proses membantu individu untuk mencapai
perkembangan optimal. Menurut Moegiadi (dalam Aulia, 2015) Bimbingan adalah proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan. Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah suatu proses berkesinambungan sebagai upaya membantu untuk memfasilitasi individu agar berkembang secara optimal.
perkembangan optimal. Menurut Moegiadi (dalam Aulia, 2015) Bimbingan adalah proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan. Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah suatu proses berkesinambungan sebagai upaya membantu untuk memfasilitasi individu agar berkembang secara optimal.
2. Konsep Pembelajaran dan Pembelajaran
Berbasis Bimbingan
Menurut Oemar (dalam Perdana, 2013) belajar
adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan
dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan.Winkel (dalam Perdana, 2013) menyatakan
belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap-sikap.Dapat disimpulkan, belajar
adalah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti
peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilam,
daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Menurut Knowles
(dalam Perdana, 2013) pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan. Chalil
(dalam Perdana, 2013) menyatakan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Arif
(2012) menyatakan bahwa pembelajaran adalah penyediaan sistem lingkungan yang
mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri siswa. Pembelajaran juga merupakan
upaya yang dilakukan pendidik agar peserta didik belajar atau membelajarkan
diri. Belajar yang dimaksud adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat
dari pengalaman. Perubahan disini sebagai hasil pembelajaran bersifat positif
dan normatif. Berdasarkan
pernyataan di atas, maka pembelajaran berbasis bimbingan itu sangatlah penting
untuk diterapkan karena pembelajaran yang baik, tidak hanya berorientasi pada
pencapaian kognitif saja, akan tetapi dapat menghasilkan sebuah output berupa lahirnya perubahan
perilaku peserta didik yang positif dan normatif. Maka, menurut Budiman (dalam Najjah, 2015), pembelajaran
berbasis bimbingan seharusnya berlandaskan pada prinsip-prinsip bimbingan yaitu:
a. Didasarkan
pada Needs assessment (sesuai dengan
kebutuhan)
b. Dikembangkan
dalam suasana membantu (helping
relationship)
c. Bersifat
memfasilitasi
d. Berorientasi
pada: (1) learning to be (belajar
menjadi); (2) learning to learn
(belajar untuk belajar); (3) learning to
work (belajar untuk bekerja dan berkarir); (4) learning to live together (belajar untuk hidup bersama).
e. Tujuan
utama perkembangan potensi secara optimal.
B
Ciri-ciri
Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Menurut Kartadinata dan Dantes (dalam
Mariyana, 2008, hlm. 2) pembelajaran berbasis bimbingan memiliki ciri-ciri
berikut:
1. Diperuntukkan
bagi semua siswa.
2. Memperlakukan
siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
3. Mengakui
siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
4. Terarah
ke pengembangan segenap aspek perkembangan anak secaramenyeluruh dan optimal.
5. Disertai
dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat,
potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
Selain
itu, adapula ciri-ciri lain dari model pembelajaran berbasis bimbingan, yaitu:
1. Diperuntukkan
bagi semua peserta didik dalam arti kata merupakan suatu kinerja yang
berorientasi sepenuhnya terhadap kebutuhan individual siswa.
2. Sangat
memperhatikan keamanan psikologis siswa baik dalam proses pembelajaran atau di
saat prosesi istirahat.
3. Memperlakukan
siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
4. Mengakui
siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
5. Penuh
penghargaan.
6. Pemberian
reward untuk semua prestasi siswa
baik itu prestasi yang besar ataupun yang kecil sekalipun.
7. Menghindari
hukuman fisik agar tidak terjadi kecacatan mental dini dalam dunia pendidikan.
8. Demokratis
bahwa di setiap pembelajaran yang berbau bimbingan guru wajib mendengarkan
suara siswa terlebih dahulu agar terjadi komunikasi yang baik dan mendapat
pemecahan masalah yang mendalam.
9. Terarah
ke pengembangan segenap aspek perkembangan siswa secara menyeluruh dan optimal.
10. Disertai dengan berbagai
sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan
kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
C
Prinsip-prinsip
Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Pembelajaran berbasis bimbingan merupakan
pembelajaran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip bimbingan sehingga
prinsip-prinsip pembelajaran berbasis bimbingan pun tidak terlepas dari
prinsip-prinsip bimbingan yaitu:
1. Proses
membantu individu
2. Bertitik
tolak pada individu yang dibimbing
3. Didasarkan
pada pemahaman atas keragaman individu yang dibimbing
4. Pada
batas tertentu perlu ada referal
5. Dimulai
dengan identifikasiatas kebutuhan individu
6. Diselenggarakan
secara luwes dan fleksibel
7. Sejalan
dengan visi dan misi lembaga
8. Dikelola
dengan orang yang memiliki keahlian di bidang bimbingan
9. Ada
sistem evaluasi yang digunakan
Adapun pembelajaran yang berlandaskan pada
prinsip-prinsip bimbingan menurut Budiman (2008) adalah:
1. Didasarkan
pada Needs Assesment
John McNeil (dalam Waziroh dkk., 2012) mendefinisikan need
assessment sebagai: “the
process by which one defines educational needs and decides what their priorities are” yaitu proses menentukan
prioritas
kebutuhan pendidikan. Sejalan dengan pendapat McNeil, Seel dan Glasgow (dalam
Waziroh dkk., 2012) menjelaskan tentang
pengertian need assessment: “it means a plan
for gathering information about discrepancies and
for using that information to make decisions about priorities”. Kebutuhan itu pada dasarnya adalah kesenjangan (discrepancies) antara apa yang
telah tersedia dengan apa yang telah tersedia
dengan apa
yang diharapkan, dan need
assessment
adalah
proses
mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dari kesenjangan
untuk dipecahkan.
2. Dikembangkan
dalam Suasana Membantu (Helping
Relationship)
Helping Relationship sebagai suatu relasi yang terjadi diantara dua pihak,
dimana salah satu pihak mempunyai kehendak untuk meningkatkan pertumbuhan,
perkembangan, kedewasaan, memperbaiki berfungsinya dan memperbaiki kemampuan
pihak yang lain untuk menghadapi dan menangani kehidupannya sendiri (Rogers
dalam Sugiyatno, tt)
Apabila “helper” ingin berhasil member bantuan,
dia harus terlebih dahulu mampu mengevaluasi diri atau memeriksa dirinya
(kemampuan diri). Karakteristik
helping relationship menurut Shertzer and Stone (dalam Sugiyatno, tt)
a. Merupakan
suatu relasi yang berarti bagi helper
dan helpee
b. Ditandai
adanya relasi yang bersifat efektif
c. Diperlukan
integritas pribadi
d. Terjadi
atas kebutuhan bersama dan persetujuan bersama antara helper dan helpee
e. Helpe
membutuhkan informasi, instruksi, bantuan, pemahaman dari helper
f. Terjadi
melalui komunikasi dan interaksi antara helper
dan helpee
g. Adanya
kerjasama antara helper dan helpee
h. Helper
mudah didekati dan merasa aman sebagai seorang individu
i. Bertujuan
untuk terjadi perubahan perilaku pada helpee.
3.
Empati
Hurlock (dalam Asih dkk., 2010)
mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang
perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri
di tempat orang lain.
4. Keterbukaan
Merupakan salah satu asas bimbingan
dan konseling yang menghendaki agar siswa (klien) yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan bersikap trerbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam
keterangan tentang dirinya sendiri maupun berbagai informasi dan materi dari
luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban mengembangkan keterbukaan siswa (klien). Keterbukaan ini amat
terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada
diri peserta didik yang menjadi sasaran/layanan kegiatan. Agar peserta didik
dapat terbuka, guru pembimbing trerlebih dahulu harus bersikap terbuka dan
tidak berpura pura.
5. Kehangatan
psikologis
Kehangatan mempunyai makna sebagai
suatu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur
orang lain. Pada
umumnya kehangatan
dikomunikasikan secara nonverbal seperti tekanan suaram ekspresi wajah, dan
isyarat badan (Wardhani, 2007)
6.
Realistis
7.
Bersifat
Memfasilitasi
8.
Berorientasi
pada:
a.
Learning to be (belajar untuk menjadi)
Learning
to be (belajar untuk menjadi), yaitu
pembelajaran bertujuan untuk membentuk pribadi-pribadi yang memiliki: (a) andil
terhadap pembentukan nilai-nilai yang dimiliki bersama; (b) kemampuan
menghubungkan antara tangan dan pikiran individu dengan masyarakat, pembentukan
kognitif dan non kognitif, serta pembelajaran formal dan non formal.
b. Learning
to learn (belajar untuk
belajar)
c. Learning
to work (belajar untuk
bekerja dan berkarier)
d. Learning
to live together (belajar
untuk hidup bersama)
Learning
to live together (belajar untuk hidup
bersama) dalam Abdullah (2014), yaitu pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan:
(a) membangun sistem nilai; dan (b) pembentukan identitas melalui proses
pemilikan konsep.
e. Tujuan
utama perkembangan potensi secara optimal.
D
Model-model
Pembelajaran yang Berorientasi pada Pengembangan Individu
Salah satu kesempatan yang harus diperoleh
individu dalam pembelajaran berbasis bimbingan yang dikemukakan oleh Budiman
(2009) adalah agar individu dapat mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan
yang dimilikinya secara tepat, teratur dan optimal. Hal ini menunjukkan bahwa
bimbingan berkaitan dengan pengembangan individu. Sehingga, dalam pembelajaran diperlukan
model-model pembelajaran yang dapat mendukung pada proses pengembangan individu
secara optimal.
Menurut Malau (2006, hlm.3) model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan
kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.
Joyce dan Weil (dalam Rusman, tt, hlm.6)
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola
pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dalam hal ini, model-model
pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan individu yang dapat dipilih
guru antara lain:
1.
Model
Pemrosesan Informasi
Model pembelajaran
ini berdasarkan teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan
siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Teori pemrosesan
informasi atau kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya
pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran
terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar.
Menurut Rusman (tt,
hlm.12) ada Sembilan langkah yang harus diperhatikan guru di kelas yang
kaitannya dengan model pembelajaran pemrosesan informasi, yaitu:
a. Melakukan
tindakan untuk menarik perhatian siswa.
b. Memberikan
informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas.
c. Merangsang
siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran,
d. Menyampaikan
isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah ditentukan.
e. Memberikan
bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran.
f. Memberikan
penguatan pada perilaku pembelajaran.
g. Memberikan
feedback terhadap perilaku yang
ditunjukkan siswa.
h. Melaksanakan
penilaian proses dan hasil.
i. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.
2.
Model
Personal
Perhatian
utama dari model personal ada pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan
yang produktif dengan lingkungannya. Model pembelajaran personal adalah model
pembelajaran yang bertitik tolak pada teori Humanistik, yaitu berorientasi
terhadap pengembangan individu. Menurut teori ini, guru harus berupaya
menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar
dan mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Implikasi dari
teori humanistik dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
Bertingkah
laku dan belajar adalah hasil pengamatan.
b.
Tingkah
laku yang ada, dapat dilaksanakan sekarang (learning
to do).
c.
Semua
individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
d.
Sebagian
besar tingkah laku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
e.
Mengajar
bukan hal penting, tapi belajar siswa adalah sangat penting (learn how to learn).
f.
Mengajar
adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif
dalam lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap.
Model
pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.
Pembelajaran
Non-Direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi
(kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri).
b.
Latihan
kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal atau kepedulian
siswa.
c.
Sinektik,
untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif.
d.
Sistem
konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
3. Model
Interaksi Sosial
Model
pembelajaran interaksi sosial ini didasari oleh teori belajar Gestalt (field theory). Model ini menitikberatkan
hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Sehingga dengan model pembelajaran ini,
hal yang diharapkan dapat dikembangkan oleh siswa adalah bagaimana berhubungan
secara baik dengan masyarakatnya.
Model
interaksi sosial ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.
Kerja
kelompok, bertujuan mengembangkan keterampilan berperan serta dalam proses
bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery skill dalam bidang akademik.
b.
Pertemuan
kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri dan rasa
tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri dan rasa tanggung jawab, baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap kelompok.
c.
Pemecahan
masalah sosial atau inquiry social
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah sosial
dengan cara berpikir logis.
d.
Model
Laboratorium, bertujuan untuk mengembangkan kesadaran pribadi dan keluwean
dalam kelompok.
e.
Bermain
peranan, bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa menemukan
nilai-nilai sosial dan pribadi melalui situai tiruan.
f.
Simulasi
solusi, bertujuan untuk membantu siswa mengalami berbagai kenyataan sosial
serta menguji reaksi mereka.
4. Model
Modifikasi Tingkah Laku
Model
pembelajaran modifikasi tingkah laku bertitik tolak dari teori belajar
behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk
mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara
memanipulasi penguatan (reinforcement).
Model ini, lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan yang
tidak dapat diamati. Dalam hal ini, peran guru adalah selalu memperhatikan terhadap
tingkah laku belajar siswa.
5. Model
Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya
Model
pembelajaran terpadu berbasis budaya yang dikembangkan untuk meningkatkan
apresiasi siswa terhadap budaya lokal dan dikembangkan berdasarkan pengalaman
awal budaya siswa. Komponen desainnya terdiri atas tema budaya lokal, alat
mediadan sumber yang beragam dan kontekstual, serta komponen penilaian
menekankan pada penilaian proses dan hasil. Implementasinya terdiri atas tiga
tahap yakni pengondisian, penciptaan makna dna konsolidasi (Alexon dan
Sukmadinata, 2010, hlm. 201).
6. Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning)
Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Gracia
(dalam Riadi, 2012) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai strategi
belajar aktif, kelas tampak seperti mesin belajar dan siswa; termasuk aktivitas
belajar mereka sebagai bahan bakan yang menggerakan mesin; siswa dikelompokkan
oleh guru dalam empat sampai lima anggota dalam satu tim; siswa-siswi tersebut
heterogen dalam kemampuan dan jenis kelamin; mereka tercampur antara kelas
sosial, ras, etnik, dan agama.
Menurut
Slavin (dalam Riadi, 2012) tujuan pembelajaan kooperatif adalah menciptakan
situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh
keberhasilan kelompoknya. Kemudian Slavin (dalam Riadi, 2012) mengemukakan
bahwa terdapat tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik dari pembelajaran
kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan
kesempatan yang sama untuk berhasil.
Langkah-langkah
pembelajaran Cooperative Learning menurut Arends (dalam Fatirul, 2008, hlm. 20)
adalah:
a.
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar.
b.
Menyajikan
informasi
Pengajar menyajikan informasi pada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
c.
Mengorganisasikan
siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan pada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
d.
Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok tugas belajar
pada saat siswa mengerjakan tugas.
e.
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
f.
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
7.
Model
pembelajaran kontekstual
Menurut Nurhadi
(dalam Riadi, 2013) pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar
dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Menurut Trianto
(dalam Riadi, 2013) pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Tugas guru pada
model pembelajaran kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama menemukan
sesuatu yang baru bagi siswa. Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam
konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang
sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa
dan peranan guru.
8.
Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning)
Menurut Glazer
(dalam Nurfianti, 2011) mengemukakan Problem
Based Learning merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara
aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Sedangkan
menurut Duch (dalm Nurfianti, 2011) Problem
Based Learning merupakan model pembelajaran yang menantang siswa untuk
“belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi
dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada
rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud.
Tahap-tahap
pembelajaran Problem Based Learning
menurut Trianto (dalam Nurfianti, 2011) adalah:
a. Orientasi
siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistic yang diperlukan, mengajukam fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah.
b. Mengorganisasi
siswa
Guru membagi siswa ke dalam kelompok,
membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah.
c. Membimbing
penyelidikan individu maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Mengembangkan
dan menyajikan hasil
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model dan membantu
mereka berbagi tugas dengan sesame temannya.
e. Menganalisis
dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka
lakukan.
REFERENSI
Abdullah, R.
(2014). Dampak Penerapan Pembelajaran
Berbasis Kerja Terhadap Hasil Belajar Praktek Kerja Kayu Mahasiswa Jurusan
Teknik Sipil, Prosiding Konvensi
Nasional Asosiasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (APTEKINDO) ke 7 FPTK
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Alexon dan
Sukmadinata. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya
untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa terhadap Budaya Lokal. Cakrawala Pendidikan, XXIX
(2), hlm. 201
Arif, F. (2012).
Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari https://fingeridea.wordpress.com/2012/05/23/model-pembelajaran-berbasis-bimbingan-dan-konseling/
Asih dkk. (2010). Perilaku Prososial Ditinjau Dari Empati Dan
Kematangan Emosi. Jurnal
Aulia, R.A.
(2015). Konsep Dasar Bimbingan dan
Konseling. [Online]. Diakses dari
kieeaulia47.blogspot.com/
Budiman, N. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis
Bimbingan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Bandung
Fatirul, A.N.
(2008). Cooperative Learning. [Online]. Diakses dari https://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/c00perative-learning.pdf
Kania, G. (2014). Program Bimbingan untuk meningkatkan
Motivasi Belajar pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional.
(Skripsi). Bandung : UPI. Tidak diterbitkan
Malau, J. (2006). Model-model Pembelajaran. [Online]. Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._SENI_RUPA/196501111994121-TASWADI/model_pembelajaran/Model_Pembelajaran.pdf
Mariyana, R.
(2008). Kompetensi Guru dalam Pembelajran
Berbasis Bimbingan di Taman Kanak-kanak (studi Deskriptif terhadap Guru TK di
Kota Bandung). [Online]. Diakses
dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122RITA_MARIYANA/JURNAL_kompetensi_guru_dalam_PBB.pdf
Najjah, S. (2015).
Pembelajaran Berbasis Bimbingan (Mengkaji
Model-Model Pembelajaran yang Lebih Berorientasi Pengembangan Individu). [Online]. Diakses http://suroyyalailatunnajjah.blogspot.com/2015/04/pembelajaran-berbasis-bimbingan.html
Nurfianti. (2010).
Penerapan Model Pembelajaran Based
Learning pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. (Skripsi). UPI.
Tidak diterbitkan.
Perdana, A.
(2013). Pengertian Belajar, Mengajar,
Pembelajar dan Pembelajaran. [Online].
Diakses dari http://www.andreanperdana.com/2013/03/pengertian-belajar-mengajar-pembelajar.html
Riadi, M. (2012). Pengertian Pembelajaran Kooperatif. [Online]. Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2012/10/pembelajaran-kooperatif.html
Riadi, M. (2013). Pembelajaran Kontekstual. [Online]. Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pembelajaran-kontekstual.html
Rusman. (Tanpa
Tahun). Pendekatan dan Model Pembelajaran.
[Online]. Diakses darihttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Model_Pengembangan_Pembelajaran.pdf
Sugiyatno. Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. [Online].
Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyatno-mpd/materi-kuliah-dasar-dasar-bk.pdf
Suherman, dkk. (2001). Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI
Triasari, A.
(2014). Pengaruh Pembelajaran dengan
Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Abstraksi Siswa SMA.
(Skripsi). Bandung : UPI. Tidak diterbitkan
Wardhani. N. (2007). Keterkaitan Konsep Konseling Dengan Aspek-Aspek
Psikologis.
Waziroh dkk.
(2012). Analisis Kebutuhan
Pembelajaran Dalam Perancangan
Pembelajaran yang Mendidik Di SD/MI. [artikel]. Tidak diterbitkan.
0 comments: