Resume Kelompok 7: PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN

4/26/2015 02:09:00 PM Sefiana 0 Comments

 A      Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Bimbingan



1.      Konsep Bimbingan
Bimbingan adalah usaha sadar secara demokratis dan sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan dengan menyampaikan arahan, panduan, dorongan, dan pertimbangan agar yang diberi bantuan mampu mengelola, mewujudkan apa yang menjadi harapannya. Shertzer dan Stone (dalam Arif, 2012) megartikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya. Kartadinata (dalam Arif, 2012) mengartikan bimbingan sebagai proses membantu individu untuk mencapai
perkembangan optimal. Menurut Moegiadi (dalam Aulia, 2015) Bimbingan adalah proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan. Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah suatu proses berkesinambungan sebagai upaya membantu untuk memfasilitasi individu agar berkembang secara optimal.
2.      Konsep Pembelajaran dan Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Menurut Oemar (dalam Perdana, 2013) belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan.Winkel (dalam Perdana, 2013) menyatakan belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap-sikap.Dapat disimpulkan, belajar adalah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilam, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Menurut Knowles (dalam Perdana, 2013) pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Chalil (dalam Perdana, 2013) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Arif (2012) menyatakan bahwa pembelajaran adalah penyediaan sistem lingkungan yang mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri siswa. Pembelajaran juga merupakan upaya yang dilakukan pendidik agar peserta didik belajar atau membelajarkan diri. Belajar yang dimaksud adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman. Perubahan disini sebagai hasil pembelajaran bersifat positif dan normatif. Berdasarkan pernyataan di atas, maka pembelajaran berbasis bimbingan itu sangatlah penting untuk diterapkan karena pembelajaran yang baik, tidak hanya berorientasi pada pencapaian kognitif saja, akan tetapi dapat menghasilkan sebuah output berupa lahirnya perubahan perilaku peserta didik yang positif dan normatif. Maka, menurut Budiman (dalam Najjah, 2015), pembelajaran berbasis bimbingan seharusnya berlandaskan pada prinsip-prinsip bimbingan yaitu:
a.    Didasarkan pada Needs assessment (sesuai dengan kebutuhan)
b.    Dikembangkan dalam suasana membantu (helping relationship)
c.    Bersifat memfasilitasi
d.   Berorientasi pada: (1) learning to be (belajar menjadi); (2) learning to learn (belajar untuk belajar); (3) learning to work (belajar untuk bekerja dan berkarir); (4) learning to live together (belajar untuk hidup bersama).
e.    Tujuan utama perkembangan potensi secara optimal.
 B       Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Menurut Kartadinata dan Dantes (dalam Mariyana, 2008, hlm. 2) pembelajaran berbasis bimbingan memiliki ciri-ciri berikut:
1.      Diperuntukkan bagi semua siswa.
2.    Memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
3.    Mengakui siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
4.    Terarah ke pengembangan segenap aspek perkembangan anak secaramenyeluruh dan optimal.
5.    Disertai dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
Selain itu, adapula ciri-ciri lain dari model pembelajaran berbasis bimbingan, yaitu:
1.    Diperuntukkan bagi semua peserta didik dalam arti kata merupakan suatu kinerja yang berorientasi sepenuhnya terhadap kebutuhan individual siswa.
2.    Sangat memperhatikan keamanan psikologis siswa baik dalam proses pembelajaran atau di saat prosesi istirahat.
3.    Memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
4.    Mengakui siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
5.    Penuh penghargaan.
6.    Pemberian reward untuk semua prestasi siswa baik itu prestasi yang besar ataupun yang kecil sekalipun.
7.    Menghindari hukuman fisik agar tidak terjadi kecacatan mental dini dalam dunia pendidikan.
8.    Demokratis bahwa di setiap pembelajaran yang berbau bimbingan guru wajib mendengarkan suara siswa terlebih dahulu agar terjadi komunikasi yang baik dan mendapat pemecahan masalah yang mendalam.
9.    Terarah ke pengembangan segenap aspek perkembangan siswa secara menyeluruh dan optimal.
10. Disertai dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
 C      Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Pembelajaran berbasis bimbingan merupakan pembelajaran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip bimbingan sehingga prinsip-prinsip pembelajaran berbasis bimbingan pun tidak terlepas dari prinsip-prinsip bimbingan yaitu:
1.    Proses membantu individu
2.    Bertitik tolak pada individu yang dibimbing
3.    Didasarkan pada pemahaman atas keragaman individu yang dibimbing
4.    Pada batas tertentu perlu ada referal
5.    Dimulai dengan identifikasiatas kebutuhan individu
6.    Diselenggarakan secara luwes dan fleksibel
7.    Sejalan dengan visi dan misi lembaga
8.    Dikelola dengan orang yang memiliki keahlian di bidang bimbingan
9.    Ada sistem evaluasi yang digunakan
Adapun pembelajaran yang berlandaskan pada prinsip-prinsip bimbingan menurut Budiman (2008) adalah:
1.      Didasarkan pada Needs Assesment
John McNeil (dalam Waziroh dkk., 2012) mendefinisikan need assessment sebagai: the process by which one defines educational needs and decides what their priorities are yaitu proses menentukan prioritas kebutuhan pendidikan. Sejalan dengan pendapat McNeil, Seel dan Glasgow (dalam Waziroh dkk., 2012) menjelaskan tentang pengertian need assessment: it means a plan for gathering information about discrepancies and for using that information to make decisions about priorities”. Kebutuhan itu pada dasarnya adalah kesenjangan (discrepancies) antara apa yang telah tersedia dengan apa yang telah   tersedia   dengan   apa   yang   diharapkan,   dan   need   assessment   adalah   proses mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dari kesenjangan untuk dipecahkan.
2.      Dikembangkan dalam Suasana Membantu (Helping Relationship)
Helping Relationship sebagai suatu relasi yang terjadi diantara dua pihak, dimana salah satu pihak mempunyai kehendak untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kedewasaan, memperbaiki berfungsinya dan memperbaiki kemampuan pihak yang lain untuk menghadapi dan menangani kehidupannya sendiri (Rogers dalam Sugiyatno, tt)
Apabila “helper” ingin berhasil member bantuan, dia harus terlebih dahulu mampu mengevaluasi diri atau memeriksa dirinya (kemampuan diri). Karakteristik helping relationship menurut Shertzer and Stone (dalam Sugiyatno, tt)
a.     Merupakan suatu relasi yang berarti bagi helper dan helpee
b.    Ditandai adanya relasi yang bersifat efektif
c.    Diperlukan integritas pribadi
d.   Terjadi atas kebutuhan bersama dan persetujuan bersama antara helper dan helpee
e.    Helpe membutuhkan informasi, instruksi, bantuan, pemahaman dari helper
f.     Terjadi melalui komunikasi dan interaksi antara helper dan helpee
g.    Adanya kerjasama antara helper dan helpee
h.    Helper mudah didekati dan merasa aman sebagai seorang individu
i.      Bertujuan untuk terjadi perubahan perilaku pada helpee.
3.      Empati
Hurlock (dalam Asih dkk., 2010) mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain.
4.      Keterbukaan
Merupakan salah satu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap trerbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam keterangan tentang dirinya sendiri maupun berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan siswa (klien). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran/layanan kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing trerlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura pura.
5.      Kehangatan psikologis
Kehangatan mempunyai makna sebagai suatu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur orang lain. Pada umumnya kehangatan dikomunikasikan secara nonverbal seperti tekanan suaram ekspresi wajah, dan isyarat badan (Wardhani, 2007)
6.      Realistis
7.      Bersifat Memfasilitasi
8.      Berorientasi pada:
a.      Learning to be (belajar untuk menjadi)
Learning to be (belajar untuk menjadi), yaitu pembelajaran bertujuan untuk membentuk pribadi-pribadi yang memiliki: (a) andil terhadap pembentukan nilai-nilai yang dimiliki bersama; (b) kemampuan menghubungkan antara tangan dan pikiran individu dengan masyarakat, pembentukan kognitif dan non kognitif, serta pembelajaran formal dan non formal.
b.     Learning to learn (belajar untuk belajar)
c.      Learning to work (belajar untuk bekerja dan berkarier)
d.     Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Learning to live together (belajar untuk hidup bersama) dalam Abdullah (2014), yaitu pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan: (a) membangun sistem nilai; dan (b) pembentukan identitas melalui proses pemilikan konsep.
e.      Tujuan utama perkembangan potensi secara optimal.
 D      Model-model Pembelajaran yang Berorientasi pada Pengembangan Individu
Salah satu kesempatan yang harus diperoleh individu dalam pembelajaran berbasis bimbingan yang dikemukakan oleh Budiman (2009) adalah agar individu dapat mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara tepat, teratur dan optimal. Hal ini menunjukkan bahwa bimbingan berkaitan dengan pengembangan individu. Sehingga, dalam pembelajaran diperlukan model-model pembelajaran yang dapat mendukung pada proses pengembangan individu secara optimal.
Menurut Malau (2006, hlm.3) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.
Joyce dan Weil (dalam Rusman, tt, hlm.6) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dalam hal ini, model-model pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan individu yang dapat dipilih guru antara lain:
1.      Model Pemrosesan Informasi
Model pembelajaran ini berdasarkan teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Teori pemrosesan informasi atau kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar.
Menurut Rusman (tt, hlm.12) ada Sembilan langkah yang harus diperhatikan guru di kelas yang kaitannya dengan model pembelajaran pemrosesan informasi, yaitu:
a.    Melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa.
b.    Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas.
c.    Merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran,
d.   Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah ditentukan.
e.    Memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran.
f.     Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.
g.    Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa.
h.    Melaksanakan penilaian proses dan hasil.
i.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.
2.      Model Personal
Perhatian utama dari model personal ada pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model pembelajaran personal adalah model pembelajaran yang bertitik tolak pada teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap pengembangan individu. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Implikasi dari teori humanistik dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a.    Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan.
b.    Tingkah laku yang ada, dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).
c.    Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
d.   Sebagian besar tingkah laku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
e.    Mengajar bukan hal penting, tapi belajar siswa adalah sangat penting (learn how to learn).
f.     Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif dalam lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap.
Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.    Pembelajaran Non-Direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri).
b.    Latihan kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal atau kepedulian siswa.
c.    Sinektik, untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif.
d.   Sistem konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
3.      Model Interaksi Sosial
Model pembelajaran interaksi sosial ini didasari oleh teori belajar Gestalt (field theory). Model ini menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Sehingga dengan model pembelajaran ini, hal yang diharapkan dapat dikembangkan oleh siswa adalah bagaimana berhubungan secara baik dengan masyarakatnya.
Model interaksi sosial ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.    Kerja kelompok, bertujuan mengembangkan keterampilan berperan serta dalam proses bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery skill dalam bidang akademik.
b.    Pertemuan kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri dan rasa tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri dan rasa tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap kelompok.
c.    Pemecahan masalah sosial atau inquiry social bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah sosial dengan cara berpikir logis.
d.   Model Laboratorium, bertujuan untuk mengembangkan kesadaran pribadi dan keluwean dalam kelompok.
e.    Bermain peranan, bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa menemukan nilai-nilai sosial dan pribadi melalui situai tiruan.
f.     Simulasi solusi, bertujuan untuk membantu siswa mengalami berbagai kenyataan sosial serta menguji reaksi mereka.
4.      Model Modifikasi Tingkah Laku
Model pembelajaran modifikasi tingkah laku bertitik tolak dari teori belajar behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini, lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan yang tidak dapat diamati. Dalam hal ini, peran guru adalah selalu memperhatikan terhadap tingkah laku belajar siswa.
5.      Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya
Model pembelajaran terpadu berbasis budaya yang dikembangkan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal dan dikembangkan berdasarkan pengalaman awal budaya siswa. Komponen desainnya terdiri atas tema budaya lokal, alat mediadan sumber yang beragam dan kontekstual, serta komponen penilaian menekankan pada penilaian proses dan hasil. Implementasinya terdiri atas tiga tahap yakni pengondisian, penciptaan makna dna konsolidasi (Alexon dan Sukmadinata, 2010, hlm. 201).
6.      Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Gracia (dalam Riadi, 2012) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai strategi belajar aktif, kelas tampak seperti mesin belajar dan siswa; termasuk aktivitas belajar mereka sebagai bahan bakan yang menggerakan mesin; siswa dikelompokkan oleh guru dalam empat sampai lima anggota dalam satu tim; siswa-siswi tersebut heterogen dalam kemampuan dan jenis kelamin; mereka tercampur antara kelas sosial, ras, etnik, dan agama.
Menurut Slavin (dalam Riadi, 2012) tujuan pembelajaan kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Kemudian Slavin (dalam Riadi, 2012) mengemukakan bahwa terdapat tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik dari pembelajaran kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning menurut Arends (dalam Fatirul, 2008, hlm. 20) adalah:
a.    Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar.
b.    Menyajikan informasi
Pengajar menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
c.    Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan pada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
d.   Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok tugas belajar pada saat siswa mengerjakan tugas.
e.    Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
f.     Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
7.      Model pembelajaran kontekstual
Menurut Nurhadi (dalam Riadi, 2013) pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Menurut Trianto (dalam Riadi, 2013) pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Tugas guru pada model pembelajaran kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru.
8.      Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Menurut Glazer (dalam Nurfianti, 2011) mengemukakan Problem Based Learning merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Sedangkan menurut Duch (dalm Nurfianti, 2011) Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud.
Tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning menurut Trianto (dalam Nurfianti, 2011) adalah:
a.    Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang diperlukan, mengajukam fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.
b.    Mengorganisasi siswa
Guru membagi siswa ke dalam kelompok, membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
c.    Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
d.   Mengembangkan dan menyajikan hasil
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesame temannya.
e.    Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.

REFERENSI
Abdullah, R. (2014). Dampak Penerapan Pembelajaran Berbasis Kerja Terhadap Hasil Belajar Praktek Kerja Kayu Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Prosiding Konvensi Nasional Asosiasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (APTEKINDO) ke 7 FPTK Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Alexon dan Sukmadinata. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa terhadap Budaya Lokal. Cakrawala Pendidikan, XXIX (2), hlm. 201
Arif, F. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari https://fingeridea.wordpress.com/2012/05/23/model-pembelajaran-berbasis-bimbingan-dan-konseling/
Asih dkk. (2010). Perilaku Prososial Ditinjau Dari Empati Dan Kematangan Emosi. Jurnal
Aulia, R.A. (2015). Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari kieeaulia47.blogspot.com/
Budiman, N. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis Bimbingan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Bandung
Fatirul, A.N. (2008). Cooperative Learning. [Online]. Diakses dari https://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/c00perative-learning.pdf
Kania, G. (2014). Program Bimbingan untuk meningkatkan Motivasi Belajar pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional. (Skripsi). Bandung : UPI. Tidak diterbitkan
Mariyana, R. (2008). Kompetensi Guru dalam Pembelajran Berbasis Bimbingan di Taman Kanak-kanak (studi Deskriptif terhadap Guru TK di Kota Bandung). [Online]. Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122RITA_MARIYANA/JURNAL_kompetensi_guru_dalam_PBB.pdf
Najjah, S. (2015). Pembelajaran Berbasis Bimbingan (Mengkaji Model-Model Pembelajaran yang Lebih Berorientasi Pengembangan Individu). [Online]. Diakses http://suroyyalailatunnajjah.blogspot.com/2015/04/pembelajaran-berbasis-bimbingan.html
Nurfianti. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Based Learning pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. (Skripsi). UPI. Tidak diterbitkan.
Perdana, A. (2013). Pengertian Belajar, Mengajar, Pembelajar dan Pembelajaran. [Online]. Diakses dari http://www.andreanperdana.com/2013/03/pengertian-belajar-mengajar-pembelajar.html
Riadi, M. (2012). Pengertian Pembelajaran Kooperatif. [Online]. Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2012/10/pembelajaran-kooperatif.html
Riadi, M. (2013). Pembelajaran Kontekstual. [Online]. Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pembelajaran-kontekstual.html
Rusman. (Tanpa Tahun). Pendekatan dan Model Pembelajaran. [Online]. Diakses darihttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Model_Pengembangan_Pembelajaran.pdf
Sugiyatno. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyatno-mpd/materi-kuliah-dasar-dasar-bk.pdf
Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI
Triasari, A. (2014). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Abstraksi Siswa SMA. (Skripsi). Bandung : UPI. Tidak diterbitkan
Wardhani. N. (2007). Keterkaitan Konsep Konseling Dengan Aspek-Aspek Psikologis.
Waziroh dkk. (2012). Analisis Kebutuhan Pembelajaran  Dalam Perancangan Pembelajaran yang Mendidik Di SD/MI. [artikel]. Tidak diterbitkan.

You Might Also Like

0 comments: